Berapa FCR anda?

Jala | Wildan Gayuh Zulfikar

17 September 2020

Manajemen pakan yang baik akan berperan pada pertumbuhan udang yang optimal, FCR yang rendah, dasar kolam yang bersih, kualitas air stabil, dan menekan biaya produksi. Nilai rasio konversi pakan atau feed conversion ratio (FCR) adalah salah satu cerminan manajemen pakan yang baik dan efisien. FCR budidaya sistem intensif biasanya pada angka 1,4 yang artinya 1,4 kg pakan basah menghasilkan 1 kg udang berat basah. Nilai FCR yang paling diidamkan oleh petambak adalah 1,1-1,2. Nilai FCR didapatkan dari pembagian antara jumlah pakan yang digunakan selama budidaya atau saat dilakukan sampling dengan biomassa atau berat udang saat akhir budidaya atau saat dilakukan sampling.

Menghitung nilai FCR

Namun ada kalanya FCR ternyata nilainya tinggi, apa saja penyebab FCR tinggi?

  1. Tingginya suhu air. Hal ini terjadi biasanya terjadi di kolam yang ditutupi plastik (seperti green house). Udang tumbuh optimal pada suhu 28-30°C. Udang dapat makan dengan jumlah yang banyak saat suhu air tinggi tetapi yang diserap tubuh rendah atau tidak sebanding dengan jumlah yang diberikan.
  2. Pemberian pakan yang berlebihan (over-feeding). Petambak harus menetapkan patokan jumlah pakan yang dibuat berdasarkan jumlah udang yang ada, evaluasi rerata berat udang (ABW), dan nilai sintasan (SR). Perlu juga ditentukan patokan maksimum agar tidak terjadi pemberian pakan berlebihan meskipun melihat hasil anco habis.
  3. Pemberian/frekuensi pakan terlalu sering atau berlebihan. Pemberian pakan normalnya 3-5 kali sehari, jarak antara pemberian pakan dipertimbangkan yaitu disarankan 3-4,5 jam. Frekuensi yang tepat tidak menyebabkan adanya sisa pakan yang tidak termakan.
  4. Arus air yang berlebihan dari kincir. Penempatan kincir penting di titik-titik yang benar. Jika semua kincir dinyalakan saat pemberian pakan maka ada kemungkinan pakan terbawa arus ke tengah kolam tanpa sempat termakan oleh udang. Solusinya adalah pada pemberian pakan secara manual (tebar mengelilingi kolam) sebagian kincir dimatikan agar pakan tidak terbawa ke tengah kolam kemudian dinyalakan kembali 1 jam setelah pemberian pakan.
  5. Aerasi yang kurang. Kincir yang cukup akan menyediakan oksigen yang cukup. Kekurangan oksigen biasanya terjadi setelah 50 hari budidaya atau saat sedimen semakin menumpuk. Imbasnya akan terjadi proses dekomposisi oleh mikroorganisme dan menghasilkan produk sampingan berupa amonia, nitrit, dan hidrogen sulfida. Perlahan akan mempengaruhi alkalinitas dan pH. Solusinya dengan mempertimbangkan jumlah kincir dan kekuatannya agar jumlah oksigen sesuai dengan yang dibutuhkan.

Tingginya FCR sangatlah merugikan bagi proses budidaya. Setelah mengetahui beberapa penyebabnya maka kita dapat melakukan langkah antisipasi.

 

Referensi:
Amri, K. dan I. Kanna. 2008. Budi Daya Udang Vaname. Gramedia. Jakarta
Limsuwan, C. 2010. How to Prevent High Feed Conversion Ratio in Shrimp Farming. Kasetsart University Fisheries Research Bulletin. 34 (1): 28-35.
Primavera, J.H. 1991.Intensive Prawn in the Philippines: Ecological, Social, and Economic Implication. Ambio. 20: 28-30.