Penggunaan Kapur Tohor pada Tambak Udang

Jala | Amalia Khasanah

10 February 2022

CaO atau kalsium oksida yang lebih dikenal sebagai kapur tohor (quicklime atau burnt lime) merupakan bahan utama dalam produksi semen portland, bahan dasar untuk sebagian besar mortar dan beton. Apabila kalsium oksida (CaO) dilakukan pencampuran dengan air maka menghasilkan CaOH2 atau kalsium hidroksida atau disebut juga kapur mati. Melihat dari kandungan kalsium ini, petambak sering memanfaatkannya dalam proses budidaya.

Kapur tohor dalam bidang akuakultur telah banyak digunakan saat pengapuran kolam dengan tujuan untuk penyuburan tanah, memperbaiki pH, dan senyawa kalsium dan magnesium yang berguna untuk fisiologis hewan air. Penambahan kapur tohor juga dapat membantu atau mempercepat proses udang saat molting. Kalsium memang sangat dibutuhkan bagi udang dalam proses pengerasan kulit melalui pengendapan kalsium di kulit. Penambahan kapur tohor merupakan salah satu trik lama yang digunakan beberapa petambak dengan tujuan mengeraskan karapas udang dan mencegah terjadinya moulting.

Perhatian khusus dalam penggunaan kapur untuk tambak udang

Perlu diperhatikan bahwa dalam penggunaan kapur tohor dapat berefek pada perubahan pH. Perlu diperhatikan juga bagi petambak agar menjaga aspek keamanan selama aplikasi kapur di tambak. Efek yang ditimbulkan dari penggunaan kapur jenis CaO antara lain iritasi mata, iritasi kulit, gangguan pernafasan. Tingkat iritasi pada kulit terjadi ketika kulit bersentuhan secara langsung selama lebih dari empat jam. Pertolongan pertama yang dilakukan apabila mengalami iritasi kulit yaitu segera siram dengan air. Apabila pakaian terkontaminasi, segera dilepaskan dan dibilas dengan air.

Dilansir dari The Fish Site bahwa penggunaan quick atau burnt lime (Calcium oxide, CaO), dan slaked atau hydrated lime (kalsium hidroksida, CaOH), tidak direkomendasikan penggunaanya karena efeknya pada pH dapat berbahaya bagi hewan akuatik termasuk udang.

Penggunaan kedua jenis kapur tersebut sebaiknya dengan dosis 22 kg/are, tetapi tidak direkomendasikan karena dapat meningkatkan pH menjadi beracun hanya dengan efektivitas jangka pendek. Selain bersifat beracun bagi hewan akuatik, penggunaan bahan ini juga memiliki efek samping untuk manusia. CaO tidak diperbolehkan digunakan lebih dari 200 kg/ha dalam satu hari. Petambak juga perlu melakukan pengecekan pH air di sore hari serta memastikan bahwa pH selalu di bawah 9,5. Menurut FAO, penggunaan kapur ini lebih baik diaplikasikan saat kondisi kolam kering dengan tujuan untuk mengendalikan hama.

Lakukan hal ini dalam menyiapkan kapur untuk tambak udang

Pemakaian kapur tohor (CaO) yang berbentuk gumpalan atau butiran kapur dapat dilakukan sebagai berikut:

  1. Gumpalan kapur dipecahkan hingga berbentuk potongan berukuran 5 hingga 8 cm, dilakukan di atas tanah yang bersih dan tidak berpori, buat gundukan setinggi 20 cm
  2. Taburi dengan air menggunakan semprotan, dengan perbandingan sekitar 12 liter air berbanding 100 kg kapur. Perlakuan tersebut dapat menghasilkan panas dan terdengar seperti bunyi retakan atau pecahan
  3. Aduk bahan yang ditumpuk sambil ditambahkan air sampai kapur menjadi bubuk putih halus
  4. Proses tersebut selelsai apabila saat ditambahkan lebih banyak air tidak ada bunyi retakan atau pecahan
  5. Kapur tersebut kemudian disaring untuk mendapat ukuran kapur sesuai kebutuhan

Perlu pertimbangan yang bijak dalam penggunaan kapur jenis kapur tohor dalam budidaya. Kapur tohor berpotensi memiliki potensi bahaya bagi udang di tambak, meskipun praktik umum sering digunakan dalam mengatur pH air.

 
Referensi dan bacaan lanjutan:
Restari, A. R., Handayani, L., & Nurhayati, N. (2019). Penambahan Kalsium Tulang Ikan Kambing-kambing (Abalistes stellaris) pada pakan untuk keberhasilan gastrolisasi udang galah (Macrobrachium rosenbergii). Acta Aquatica: Aquatic Sciences Journal, 6(2), 69-75.
The Fish Site. (2013). Liming Ponds for Aquaculture