Pengaruh Fase Bulan di Tambak Udang: Waspada Molting Massal!

Jala | Wildan Gayuh Zulfikar

12 April 2023

Fase bulan mempengaruhi pasang surut, perubahan musim, dan circadian rhythm yang juga berpengaruh pada perilaku kehidupan laut. Pengaruh fase bulan diketahui sangat luas pada aspek perikanan dan kelautan, meliputi organisme di ekosistem laut lepas, sungai, dan di hutan bakau. Pada siklus biologi ikan, fenomena fase bulan memiliki efek yang tidak langsung.

Fase bulan mempengaruhi fenomena alam di bumi, salah satunya pasang surut air laut akibat efek gravitasi dari bulan dan matahari serta rotasi bumi. Pengetahuan tersebut telah banyak digunakan dalam perikanan tangkap. Pada perikanan budidaya, fase bulan diyakini mempengaruhi siklus molting pada hewan krustasea termasuk udang.

Fase bulan mempengaruhi siklus molting

Siklus molting udang vaname banyak dikaitkan dengan fase bulan. Saat fase bulan baru, 80% udang mencapai tahap ecdysis (proses melepaskan eksoskeleton). Udang vaname biasanya mengalami molting malam hari saat bulan purnama atau saat pasang.

Molting merupakan proses periodik yang dialami udang. Molting merupakan bagian dari proses pertumbuhan. Tubuh yang bertambah besar tidak didukung oleh eksoskeleton udang yang tidak dapat tumbuh, sehingga udang perlu 'berganti kulit'. Molting juga dapat terjadi sebagai akibat stress pada udang.

Siklus molting terdiri atas molt, postmolt, intermolt, dan premolt. Fase molt merujuk pada proses ecdysis, yakni pelepasan eksoskeleton yang keras. Fase setelah ecdysis disebut postmolt, yakni fase dimana eksoskeleton masih lunak, saat eksoskeleton yang baru menyerap mineral. Selanjutnya terjadi mineralisasi dan pengerasan eksoskeleton.

Periode intermolt atau anecdysis adalah periode non aktif dan merupakan periode terlama dari siklus molting. Selama waktu ini, terjadi regenerasi otot, penyimpanan energi untuk ecdysis berikutnya. Premolt, atau proecdysis adalah fase dimana terjadi atrofi otot somatik. Saat premolt terjadi penyerapan kembali mineral dari eksoskeleton lama sebagai bahan pembentukan eksoskeleton baru sebagai persiapan untuk dimulainya ecdysis.

Radiasi elektromagnetik dan atau tarikan gravitasi dari bulan diduga memicu pelepasan neurohormone. Pada kasus kepiting bakau, organ Y memproduksi hormon molting ecdysteroid yang mengalami pola yang berkaitan dengan fase bulan. 

Konsentrasi dan jumlah ecdysteroid turun saat bulan mati dan mulai naik saat memasuki bulan sabit, lalu mencapai puncaknya saat bulan separuh. Konsentrasi ecdysteroid akan menurun tajam saat purnama yang menyebabkan ecdysis terjadi.

Hubungan fase bulan dan siklus molting udang vaname di tambak belum banyak dibahas, tetapi secara analogi dapat mengadaptasi beberapa penelitian yang dilakukan pada krustasea lain yang juga dibudidayakan. Mengetahui pengaruh fase bulan terhadap fisiologi udang dapat bermanfaat untuk pengambilan langkah preventif gagal molting saat bulan purnama.

Udang yang berada pada tahap ecdysis dan postmolt sangat sensitif terhadap keberadaan bakteri vibrio. Udang lebih rentan terhadap infeksi bakteri vibrio saat fase bulan baru. Pada saat tersebut udang berada pada tahap ecdysis atau lepasnya eksoskeleton atau kulit dari badannya.

Udang yang sedang mengalami molting memerlukan mineral dan nutrisi yang cukup. Dua mineral yang paling dibutuhkan adalah kalsium dan magnesium yang akan membantu udang meregenerasi cangkangnya yang baru dengan cepat.

Ketika molting terjadi, udang akan cenderung memuasakan diri dan menggunakan protein dalam tubuhnya guna pembentukan eksoskeleton yang baru dalam kurun waktu beberapa jam. Proses ini sangat riskan, dimana udang akan lebih rentan terhadap perubahan kualitas air, terutama dalam menjaga tekanan osmotik tubuhnya. Apabila dibiarkan akan terjadi osmotic shock berupa penyerapan air yang berlebih pada sel tubuh udang.

Proses dekomposisi parsial eksoskeleton pada proses molting udang sangat merangsang udang lainnya. Cairan yang mengandung senyawa asam amino, enzim, dan senyawa organik lainnya memicu nafsu makan udang yang tidak dalam fase molting maupun setelah post molting sehingga berpotensi terjadi kanibalisme.

Apa saja langkah yang dapat dilakukan di tambak udang untuk menghadapi fase bulan?

  1. Cek rutin fase molting udang. Pengecekan serta pencatatan fase molting dilakukan saat sampling, kita dapat memprediksi terjadinya siklus molting dalam tambak. Sebagai pertimbangan tambahan lihat fase bulan saat melakukan pengecekan.
  2. Menjaga kualitas air. Kualitas air perlu dijaga, terutama salinitas untuk tidak berubah secara drastis guna menjaga udang tidak mengalami shock.
  3. Pengurangan jumlah pakan sesuai fase. Pemberian pakan ketika fase molting berlangsung dilakukan guna mencegah terjadinya pemberian pakan yang berlebih yang berpotensi mempengaruhi kualitas air dan memicu serangan penyakit. Namun, upayakan dalam jumlah yang cukup agar tidak terjadi kanibalisme.
  4. Saat bulan purnama ini terjadi, memungkinkan molting terjadi secara massal sehingga dapat berdampak pada penurunan mineral dengan cepat. Pemberian mineral berupa kalsium serta fosfor sangat diperlukan oleh udang guna mempercepat proses pembentukan kulit yang baru.
  5. Mineral harus terus dikontrol agar tidak menimbulkan masalah, salah satunya setelah mineral menurun dengan kondisi tambak yang memiliki kepadatan alga yang tinggi akan berisiko mengalami kematian massal dan tiba-tiba sehingga akan memperburuk keadaan yaitu naiknya materi organik, bakteri, dan gas beracun.
  6. Mengatur pH penting untuk mendukung proses molting. Beberapa ahli menyebutkan pH yang ideal untuk mendukung proses molting adalah 7,8-8,2. Kemudian untuk menjaga stabilitas pH dapat menjaga alkalinitas pada 100-120 mg/l.
  7. Saat memasuki tahap molting udang memerlukan oksigen dua kali lipat dibanding biasanya. Pastikan suplai DO mencukupi untuk mendukung proses molting.

Fase bulan mempengaruhi pasang-surut air

Secara ilmiah, setiap makhluk hidup memiliki siklus biologi dan respon terhadap perubahan cahaya dan ambien suhu akibat sinar bulan di malam hari. Di perikanan tangkap, pengetahuan ini telah lama digunakan oleh nelayan untuk memprediksi waktu ikan aktif. Biasanya nelayan akan lebih mudah menemukan dan menangkap ikan pada saat bulan gelap (fase bulan baru). Perbedaan akan sangat terasa dari keberagaman jenis dan jumlahnya antara bulan gelap dan terang.

Bagi budidaya udang, pasang-surut juga penting menjadi salah satu pertimbangan dalam membangun tambak. Daerah yang cocok untuk tambak udang adalah daerah dengan fluktuasi pasang surut 2-3 meter. Data pasang surut bagi tambak udang penting untuk menentukan:

  1. Tata letak dasar tambak
  2. Dasar saluran primer/utama
  3. Dasar saluran sekunder
  4. Lebar dan tinggi pematang serta dimensi saluran inlet dan outlet

Penghitungan pasang surut dibutuhkan dalam proses memasukkan dan mengeluarkan air ke dalam tambak yang memanfaatkan gaya gravitasi sehingga akan meningkatkan efisiensi energi (listrik atau BBM untuk pompa air) yang digunakan.

Fase bulan merupakan faktor yang mempengaruhi pasang surut air laut. Pasang surut merupakan gerakan naik turunnya permukaan laut yang disebabkan gaya tarik (gaya gravitasi) antara bumi-bulan-matahari. Klasifikasi macam-macam jenis pasang surut air laut adalah:

1. Pasang surut harian ganda

Terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dengan tinggi yang hampir sama dalam satu hari. Terjadi secara berurutan dan teratur dengan periode pasang surut selama 24 jam 50 menit. Biasanya terjadi di laut sekitar garis khatulistiwa.

2. Pasang surut harian tunggal

Terjadinya satu kali air pasang dan satu kali air surut dengan periode rata-rata 12 jam 24 menit.

Perbedaan gaya gravitasi yang saling mempengaruhi antara bumi-bulan-matahari, terutama akibat perbedaan jarak masing-masing menghasilkan pasang surut yang variatif. Gaya tarik dari matahari terasa sangat kecil karena jaraknya yang sangat jauh. Efek terbesar gaya gravitasi bulan dirasakan oleh lautan.

Fase bulan baru saat bulan dan matahari berada satu garis dengan bumi merupakan saat dimana terjadi pasang tertinggi dan surut terendah. Kaitan fase bulan dengan pasang-surut diilustrasikan pada gambar berikut.

Ilustrasi pengaruh fase bulan terhadap pasang surut

Keadaan perairan, morfologi pantai, dan batimetri perairan yang kompleks menentukan pola pasang surut di berbagai daerah. Beberapa wilayah dengan pasang surut yang cukup tinggi di antaranya wilayah laut di timur Riau, laut dan muara sungai antara Sumatera Selatan dan Bangka, laut dan selat di sekitar pulau Madura, pesisir Kalimantan Timur, dan muara sungai di selatan Papua.

Tentang fase bulan

Perubahan bentuk bulan yang tampak dari bumi disebut dengan fase-fase bulan. Setidaknya terdapat empat fase utama, yaitu fase bulan baru, fase setengah purnama awal (perempat pertama), fase purnama, dan fase setengah purnama akhir (perempat akhir). Fase bulan baru hingga kembali ke fase bulan baru berikutnya menempuh waktu 29 hari 12 jam 44 menit 03 detik.

Bentuk orbit bulan saat mengelilingi bumi adalah elips, sehingga ada saat bulan berada pada posisi terdekat dengan bumi (disebut sebagai perige) dan saat posisi terjauh dari bumi (disebut sebagai apoge). Waktu yang ditempuh dari perige ke apoge dan kembali ke perige membutuhkan 28 hari 13 jam 18 menit 33 detik. Waktu yang ditempuh untuk kedua periode tersebut berbeda sehingga akan terjadi banyak fenomena spesifik akibat dua periode tersebut.

 

Referensi:
Bautista-Covarrubias, J. C., P. A. Zamora-Ibarra, E. Apreza-Burgos, A. N. Rodriguez-Ocampo, V. Peraza-Gomez, J. A. Lopez-Sanchez, J. M. Pacheco-Vega, J. P. Gonzalez-Hermoso, and M. G. Frias-Espericueta. 2020. Immune response and oxidative stress of shrimp Litopenaeus vannamei at different moon phases. Fish and Shellfish Immunology, 106: 591-595
Fase-Fase Bulan dan Jarak Bumi-Bulan pada Tahun 2023 | BMKG
Hasnidar, Y. Fujaya, D. D. Trijuno, C. Rani, and A. Tamsil. 2014. Y Organ Cells Activity Based on the Concentration of Ecdysteroid from Haemolymph of Mangrove Crab (Scylla olivacea Herbs, 1979). Academic Research International, 5(6):94-103
Sulaiman, N. A. A. 2018. Fisherman's Knowledge of the Moon Phenomenon in Fishing Activities. International Journal of Academic Research in Business and Social Sciences, 8(11): 941-949