Manajemen Senyawa Nitrogen di Tambak Udang

Jala | Wildan Gayuh Zulfikar

23 August 2019

Manajemen kualitas air juga mempertimbangkan konsentrasi senyawa nitrogen di air yang terdiri atas tiga bentuk, yaitu amonia, nitrat, dan nitrit. Amonia di air memiliki dua bentuk, yaitu amonia bebas (NH3) dan ion amonia atau amonia terionisasi (NH4+). Pengukuran di tambak biasanya diukur sebagai total amonia (TAN). Bentuk amonia bebas dan ion amonia dipengaruhi oleh pH dan suhu. Level aman amonia dalam bentuk total amonia (TAN) adalah 0,1 ppm. Kadar amonia bebas lebih dari 0,6 ppm dapat membunuh ikan. Toksisitas amonia akan turun jika kadar CO2 meningkat, karena peningkatan CO2 akan menurunkan pH sehingga menurunkan kadar amonia bebas.

Toksisitas amonia tergantung beberapa parameter, diantaranya pH, salinitas, DO, suhu, dan usia udang. Jika terjadi kenaikan pH hingga 9, maka akan meningkatkan toksisitas dan dapat membunuh udang. Pada salinitas tinggi (hingga 40 ppt) amonia cenderung tidak toksik, berbeda ketika salinitas rendah (sekitar 15 ppt) maka toksisitas amonia dapat meningkat. Oksigen terlarut (DO) adalah faktor penting konversi amonia menjadi nitrat. Konversi nitrit menjadi nitrat memerlukan oksigen lebih besar daripada amonia menjadi nitrit. Suhu adalah faktor terbentuknya amonia bebas atau ion amonia. Kenaikan suhu menyebabkan amonia bebas meningkat. Naiknya suhu juga akan meningkatkan toksisitas amonia. Faktor terakhir adalah usia udang. Semakin tua usia udang maka semakin toleran terhadap racun atau dengan kata lain, udang muda lebih rentan pada efek toksik dari amonia. Akumulasi amonia dapat menurunkan kualitas air, menaikkan konsumsi dan kebutuhan oksigen, dan yang terakhir dapat menurunkan laju pertumbuhan.

Amonia dan jenis senyawa nitrogen lain (nitrit dan nitrat) berasal dari siklus nitrogen yang diregulasi oleh aktivitas biologi. Tahap pertama adalah fiksasi, yaitu konversi gas dinitrogen (N2) menjadi nitrogen yang dapat digunakan langsung oleh tumbuhan atau dalam hal ini di ekosistem akuatik adalah oleh fitoplankton. Fitoplankton dari kelompok BGA (misalnya Anabaena sp. dan Aphanizomenon sp.) mampu melakukan fiksasi nitrogen karena memiliki heterosista (sel yang memiliki enzim untuk fiksasi nitrogen). Tahap kedua adalah nitrifikasi, yaitu oksidasi amonia (NH4+) menjadi nitrat (NO3-) yang dibantu oleh bakteri Nitrosomonas sp. (NH4+ diubah menjadi NO2-) dan oleh bakteri Nitrobacter sp. (NO2- diubah menjadi NO3-). Bakteri tersebut membutuhkan oksigen dan laju proses nitrifikasi akan turun ketika konsenstrasi oksigen terlarut (DO) turun. Nitrifikasi juga menjadi bagian menurunkan konsentrasi amonia. Nitrifikasi dapat tercukupi ketika kondisi pH netral. Tahap ketiga adalah reduksi nitrat, yaitu proses perubahan nitrat (NO3-) menjadi gas N2 oleh bakteri anaerob (tidak memerlukan oksigen) sehingga banyak terjadi di dasar kolam. Kecepatan reduksi tergantung pada ketersediaan nitrat. Proses reduksi optimal pada suhu 25-35°C dan pada pH 6-8.

Jika konversi amonia ke nitrat terganggu maka konsentrasi nitrit terakumulasi secara signifikan dapat menyebabkan penurunan respon imun udang sehingga rentan terinfeksi Vibrio. Nitrit beracun karena dapat membentuk methemoglobin, yaitu ikatan antara nitrit dan hemoglobin yang menyebabkan hemoglobin tidak dapat mengikat oksigen. Pada udang hanya memiliki hemocyanin yang fungsinya sama seperti hemoglobin yaitu mengangkut oksigen dan nutrisi. Sehingga dengan kata lain, nitrit yang berikatan dengan hemocyanin akan menyebabkan tubuh kekurangan suplai oksigen dan nutrisi. Konsentrasi nitrit meningkat seiring dengan lamanya waktu budidaya. Peningkatan konsentrasi nitrit ini dapat berpengaruh pada pertumbuhan, molting, konsumsi oksigen, dan ekskresi amonia.

Dinamika konsentrasi nitrogen di tambak sangat tergantung pada proses siklus nitrogen yang memiliki bagian yang saling terintegrasi, yaitu ketersediaan substrat atau bahan utamanya, organisme yang membantu (bakteri), dan kondisi lingkungan. Jika antara input (pupuk, feses, respirasi fitoplankton, dan pakan) dan eliminasi (asimilasi oleh fitoplankton, proses denitrifikasi, atau penguapan) dapat seimbang maka terjadi kondisi keseimbangan di kolam sehingga tidak mempengaruhi kualtas air.

Pupuk sintetis dan pupuk kandang sering juga menjadi input tambahan di tambak udang. Pupuk ini adalah sumber N. Pada tambak sistem intensif, sumber nitrogen (N) kebanyakan datang dari protein pakan. Sekitar 75% protein dari pakan hilang langsung larut ke air atau sebagai feses. 80% dari total protein tersebut sebagai amonia. Produksi amonia meningkat ketika jumlah materi organik yang mengalami dekomposisi juga meningkat. Nitrogen anorganik dari hasil metabolisme udang dibuang dari lingkungan oleh mikroorganisme melalui siklus nitrogen. Hasilnya kemudian digunakan oleh fitoplankton. Mengendalikan senyawa nitrogen dapat dilakukan dengan penyerapan amonia dan nitrat oleh fitoplankton, pemberian pakan yang tepat, pergantian air, sistem resirkulasi, dan bioremediasi menggunakan bakteri heterotrof melalui pemberian probiotik.

 

Referensi:
Boyd, C.E., and C.S. Tucker. 1998. Pond Aquaculture Water Quality Management. Springer Science+Business Media. New York.

Ferreira, N.C., C. Bonetti, and W.Q. Seiffert. 2011. Hydrological and Water Quality Indices as Management Tools in Marine Shrimp Culture. Aquaculture. 318: 425-433.

Lin, Y.C. and J.C. Chen. 2001. Acute Toxicity of Ammonia on Litopenaeus vannamei Boone Juveniles at Different Salinity Levels. Journal of Experimental Marine Biology and Ecology. 259: 109-119.

Tseng, I.T. and J.C. Chen. 2004. The Immune Response of White Shrimp Litopenaeus vannamei and its Susceptibility to Vibrio alginolyticus Under Nitrite Stress. Fish & Shellfish Immunology. 17: 325-333.

Schuler, D.J. 2008. Acute Toxicity of Ammonia and Nitrite to White Shrimp (L. vannamei) at Low Salinities. Thesis. Virginia Polytechnic Institute and State University.

Supono. 2017. Teknologi Produksi Udang. Plantaxia. Yogyakarta.