Sarana dan prasarana yang memadai menjadi persyaratan penting yang harus dipenuhi karena menjadi faktor pendukung keberhasilan budidaya udang. Salah satu sarana yang memiliki fungsi yang penting pada tambak yaitu pematang. Pematang tambak adalah dinding atau tanggul yang berfungsi sebagai pemisah antara lahan tambak dengan lingkungan sekitar, seperti air laut, sungai, dan daerah rawa. Pematang tambak biasanya terbuat dari tanah galian setempat, batu, atau material lain yang sesuai dengan kondisi geografis daerah tersebut.
Pematang tambak memiliki beberapa fungsi penting dalam mendukung keberhasilan budidaya udang di tambak:
Salah satu fungsi utama pematang tambak adalah mempertahankan ketinggian kolom air tambak sesuai kebutuhan dan mencegah aliran air masuk ke dalam tambak secara tidak terkendali. Dengan mengontrol kapasitas air, petambak dapat menciptakan kondisi lingkungan yang optimal untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup udang.
Udang yang dibudidayakan di dalam tambak membutuhkan salinitas pada kisaran 15-25 ppt. Salinitas air tambak yang tidak sesuai dapat menyebabkan udang stres karena proses osmoregulasinya terganggu. Oleh karena itu, salah satu fungsi dari pematang tambak adalah mencegah terjadinya perubahan salinitas yang berlebihan akibat air laut pasang atau banjir surut, sehingga petambak dapat mengendalikan kondisi salinitas di dalam tambak.
Pematang tambak juga berfungsi sebagai barikade untuk mencegah erosi akibat gelombang laut atau aliran sungai yang kuat. Erosi dapat mengakibatkan kerusakan pada struktur tambak dan mengancam keselamatan petambak. Dalam kasus ini, maka ketinggian pematang tambak harus lebih tinggi dari ketinggian maksimum gelombang laut.
Pematang tambak secara tidak langsung juga membantu mencegah masuknya hama dan penyakit dari lingkungan sekitar tambak. Apabila terdeteksi adanya hama atau patogen pada air intake sebelum masuk ke dalam tambak, maka keberadaan pematang menjadi pelindung areal tambak yang beroperasi dari kontaminasi hama dan patogen tersebut. Dengan demikian, risiko infeksi dan wabah dapat dikurangi, dan budidaya dapat berjalan dengan kondusif ke depannya.
Pematang tambak terdiri atas pematang utama, pematang sekunder, dan pematang tersier. Namun secara umum, bagian-bagian pematang terdiri atas puncak pematang, dasar pematang, berm dinding atau lereng pematang, inti pematang, dan garis tengah atau sumbu pematang. Setiap bagian memiliki peran penting dalam memastikan kekuatan dan stabilitas pematang secara keseluruhan. Dengan memperhatikan semua aspek ini, perancangan pematang tambak yang tepat akan memastikan tambak udang dapat beroperasi secara efisien, terlindungi dari risiko banjir, dan berkontribusi pada keberlanjutan lingkungan sekitarnya.
Pematang utama merupakan pematang yang mengelilingi seluruh areal tambak dan berfungsi melindungi seluruh areal tambak dari dinamika air sekitar. Pematang utama dibangun pada jarak tertentu dari sumber air, dan area dalam jarak tersebut digunakan sebagai daerah penyangga yang umumnya diisi pohon mangrove. Berdasarkan Pasal 27 Keppres Nomor 32 tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung dinyatakan bahwa lebar area penyangga sekitar 130 kali nilai rata-rata perbedaan pasang tertinggi dan terendah yang diukur dari garis surut terendah dalam satuan meter. Di sisi lainnya, area penyangga yang berbatasan dengan sungai diberi jarak sekitar 100 m untuk sungai besar dan 50 m untuk sungai kecil sesuai dengan Pasal 16 Keppres Nomor 32 tahun 1990.
Ketinggian air pada saat pasang tertinggi (pasang purnama) menjadi acuan dalam penentuan ketinggian pematang utama. Perancangan tinggi pematang utama perlu mengetahui nilai rata-rata dari data ketinggian pasang purnama selama 10-15 tahun terakhir . Pematang utama selalu didesain lebih tinggi dari ketinggian pasang purnama dengan selisih antara keduanya berkisar antara 0,3-0,6 m . Umumnya pematang tambak berbentuk trapesium dengan lebar sisi atas pematang utama minimal 2 m.
Pematang tambak yang dibangun menggunakan tanah urukan yang dipadatkan seiring waktu akan mengalami penyusutan karena hujan, panas, dan faktor eksternal lainnya. Volume tanah yang menyusut tergantung pada jenis tanah dan metode pemadatan. Penyusutan pematang yang terbuat dari tanah gambut mencapai 8-12,7% setiap empat bulan dengan metode pemadatan secara manual. Oleh karena itu, dalam menentukan tinggi pematang, perlu memperhitungkan faktor penyusutan tanah untuk memastikan ketinggian pematang tetap memadai dalam melindungi tambak dan menjaga stabilitas pematang.
Kemiringan pematang juga merupakan dimensi pematang yang perlu diperhitungkan dengan seksama. Penentuan panjang lereng pematang (kemiringan) didasarkan pada tekstur tanah dan ketinggian pematang. Umumnya pematang yang terbuat dari tanah liat kemiringannya menggunakan perbandingan 1:1 (horizontal:vertikal) atau sekitar 1,4 kali tinggi pematang. Apabila ketinggian pematang lebih dari 3 m, kemiringan pematang dirancang lebih landai dengan perbandingan 1,5:1 atau 2:1.
Selain merancang dimensi pematang, pembangunan pematang juga perlu menggunakan material yang sesuai dengan tekstur tanah agar strukturnya lebih kokoh dan tahan bocor. Pada tanah gambut umumnya menggunakan material penahan kebocoran air berupa tanah liat, plastik, dan anyaman bambu yang dilapisi aspal . Pada tambak yang dibangun di tanah bertekstur kasar (pasir dan pasir berlempung), pematang menggunakan biocrete untuk menahan kebocoran pada tambak. Biocrete merupakan teknologi material tambak yang terbuat dari ijuk, pasir, dan semen yang dibentuk menjadi lapisan penutup lereng pematang bagian dalam setebal 3-5 cm.
Pematang sekunder merupakan tanggul pembatas antar kelompok tambak. Fungsinya adalah menampung air hingga ketinggian yang dibutuhkan dan menahan masuknya aliran air dari luar kelompok tambak yang dibatasi. Pada dasarnya struktur pematang sekunder sama seperti pematang utama. Perbedaannya hanya pada lebar minimal sisi atas pematang sekunder 1,5 m.
Pematang tersier merupakan pembatas antar tambak yang saling bersebelahan. Pematang tersier memiliki dimensi yang lebih kecil, dan kemiringannya cenderung lebih curam dibandingkan pematang utama dan sekunder. Perbandingan umum sisi horizontal dan vertikal yang umumnya digunakan untuk menentukan lereng pematang adalah 1:1. Lebar bagian atas pematang tersier minimal 1 m.
Lereng pematang sekunder juga diperkuat dengan struktur Berm. Berm merupakan struktur pematang tersier yang dibangun di bawah lereng dengan ketinggian dan lebar 0,5 m. Bagian tersebut berfungsi memperkokoh struktur pematang dan mengurangi risiko kerusakan lereng pematang dari erosi akibat pergerakan air di dalam tambak. Selain itu, berm juga menjadi tempat penampung senyawa-senyawa asam organik yang tercuci dari atas pematang dan tempat pijakan saat terjadi perbaikan pematang.
Pematang tambak memiliki fungsi yang krusial dalam pengendalian volume air tambak, salinitas, dan mencegah erosi. Untuk memaksimalkan fungsi pematang tambak, maka diperlukan struktur pematang yang ideal. Struktur pematang yang ideal perlu dirancang dengan memperhatikan ketebalan, ketinggian, kemiringan, dan kepadatannya. Dengan perancangan yang sesuai dengan kriteria, pematang dapat berfungsi secara efektif hingga dapat mendukung keberhasilan budidaya udang yang produktif berkelanjutan.
Referensi
Design and construction of pond farms | Brainkart.com
Menakar Capaian Produksi Udang | Kompas.id
Bose, A. N., Ghosh, S. N., Yang, dan Mitra, A. 1991. Coastal Aquaculture Engineering. New Delhi: Oxford & IBH Publishing Co. Pvt. Ltd. 365 pp.
Dela Cruz, C. R. 1983. Fishpond Engineering: A Technical Manual for Small-and Medium-scale Coastal Fish Farms in Southeast Asia. Manila: South China Sea Fisheries Development and Coordinating Programme. pp:180
Mustafa, A. 1998. Budidaya tambak di lahan gambut: studi kasus di Sulawesi Selatan. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 17(3):73-82.
Mustafa, A. 2008. Desain, tata letak, dan konstruksi tambak. Media Akuakultur. 3(2):166-174.
Mustafa, A., Hanafi, A., dan Pantjara, B. 1995. Konstruksi pematang tambak tanah gambut untuk pendederan benih udang windu (Penaeus monodon) dan nener ikan bandeng (Chanos chanos). J. Pen. Per. Indonesia. 1(2): 48—64.
Widigdo, B. 2003. Permasalahan dalam budidaya udang dan alternatif solusinya. Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia. 10(1): 18—23.
Tentang Penulis
Penulis artikel ini bernama Muhammad Dzakwan. Penulis saat ini merupakan mahasiswa aktif program studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya di IPB Universitas. Penulis juga aktif dalam sebuah organisasi riset mahasiswa yang bernama IPB SSRS Association untuk mendalami ilmu riset, melakukan riset inovatif dan mempublikasikan jurnal ilmiah di bidang Fish & Aquaculture.