Kenali 3 Racun di Tambak Udang

Jala | Wildan Gayuh Zulfikar

14 April 2023

Sebagai sebuah ekosistem, berbagai siklus unsur hara terjadi di tambak udang. Hasil dari siklus unsur hara dapat berbahaya bagi udang, di antaranya dari aktivitas siklus nitrogen dan proses dekomposisi bakteri. Selain itu, keberadaan organisme lain, salah satunya plankton, juga dapat menghasilkan racun.

Penting bagi kita untuk melakukan pemantauan keberadaan zat atau senyawa yang mungkin beracun. Pemantauan dapat menjadi antisipasi agar konsentrasi senyawa beracun tidak mengganggu pertumbuhan dan kesehatan udang.

Setidaknya ada tiga senyawa beracun yang sering ada di tambak udang, yaitu amonia, hidrogen sulfida, dan racun plankton. Ketiganya patut diwaspadai dan konsentrasinya perlu dikontrol. Pembahasan selengkapnya ada di bawah ini:

Amonia

Amonia merupakan hasil samping metabolisme yang dikeluarkan oleh ikan melalui insang dan hasil dekomposisi sisa pakan, feses, dan plankton yang mati. Amonia bebas bersifat racun jika jumlahnya melebihi ambang batas. Batas maksimal amonia adalah <0,01 ppm untuk tambak tradisional, ≤ 0,1 ppm untuk tambak intensif, dan ≤ 0,05 ppm untuk tambak super intensif.

Akumulasi amonia dapat menurunkan kualitas air dan laju pertumbuhan serta menaikkan konsumsi oksigen dan ekskresi ion amonia. Lebih lanjut, daya racun amonia tergantung pada beberapa parameter, antara lain:

  • Kenaikan pH hingga 9 akan meningkatkan toksisitas yang dapat membunuh udang.
  • Pada salinitas tinggi (hingga 40 ppt), amonia cenderung tidak toksik. Berbeda ketika salinitas rendah (sekitar 15 ppt), toksisitas amonia dapat meningkat.
  • Kenaikan suhu menjadikan fraksi amonia bebas meningkat sehingga toksisitas amonia juga meningkat.
  • Semakin tua usia udang, semakin toleran udang terhadap toksin. Dengan kata lain, udang muda lebih rentan pada efek toksik amonia.

Tindakan yang dapat dilakukan untuk mengontrol keberadaan amonia antara lain: 

  1. Mengganti air jika memungkinkan.
  2. Mengaplikasikan probiotik (terutama kelompok bakteri nitrifikasi).
  3. Menambahkan sumber karbon (misalnya molase) untuk merangsang pertumbuhan bakteri heterotrof.
  4. Menurunkan pH air untuk menurunkan proporsi amonia bebas.
  5. Melakukan aerasi untuk meminimalisir dampak negatif terhadap udang.
  6. Hidrogen sulfida

Hidrogen sulfida (H2S) adalah hasil dari aktivitas bakteri dari materi organik di kondisi anaerob, biasanya di dasar kolam. H2S muncul di dasar kolam yang kekurangan oksigen (anaerobik). Banyak terjadi di dasar kolam air payau daripada air tawar karena kelimpahan ion sulfat. Batas maksimal untuk konsentrasi hidrogen sulfida di tambak udang adalah ≤ 0,01 ppm.

Pengecekan kadar hidrogen sulfida dilakukan dengan cara menguji adanya koloni bakteri pencerna sulfat yang biasanya berwarna hitam. Penyebab adanya hidrogen sulfida adalah:

  • Sinar matahari tidak mencapai dasar kolam.
  • Kondisi anaerob, yaitu ketiadaan oksigen di dasar kolam.
  • Adanya materi organik sehingga terjadi sedimentasi di dasar kolam.

DO yang terlalu rendah akan membantu produksi H2S. Kombinasi pH, oksigen, dan suhu rendah membuat hidrogen sulfida menjadi lebih berbahaya. Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk meminimalisir H2S di tambak antara lain:

  1. Melakukan aerasi dan sirkulasi yang cukup untuk menghindari daerah yang stagnan (titik mati) dan anaerobik di dasar kolam.
  2. Melakukan pengapuran untuk meningkatkan pH karena pH mempengaruhi toksisitas hidrogen sulfida.
  3. Mengontrol jumlah materi organik karena itu merupakan bahan metabolisme bagi mikroorganisme penghasil H2S. Salah satu cara mengontrolnya adalah dengan menambahkan probiotik sebagai agen pengontrol.

Racun plankton

Toksin dari plankton, terutama dari cyanobacteria atau yang sering dikenal dengan blue-green algae (BGA) dapat menyebabkan kematian pada zooplankton herbivor. Mayoritas racun plankton juga dapat beracun bagi udang terutama pada pencernaannya. Beberapa jenis toksin yang dihasilkan plankton antara lain:

  • Anatoxin-a (Anabaena, Aphanizomenon, Oscillatoria (Planktothrix))
  • Cylindrospermopsin (Aphanizomenon, Cylindrospermopsis, Umezakia)
  • Microcystin (Anabaena, Aphanocapsa, Hapalosiphon, Microcystis, Nostoc, Oscillatoria)
  • Saxitoxin (Anabaena, Aphanizomenon, Cylindrospermopsis, Lyngbya)

Racun dari plankton muncul saat terjadi blooming plankton atau saat kematian massal plankton. Di saat yang sama, blooming plankton menyebabkan rendahnya transparansi air, tidak tersedianya DO di lapisan bawah kolam, dan akumulasi senyawa toksik seperti amonia, nitrit, dan hidrogen sulfida.

Blooming terjadi saat nutrien melimpah yang berasal dari pemberian pakan yang terus-menerus, suhu yang naik, dan intensitas cahaya matahari yang tinggi. Beberapa langkah yang dapat dilakukan jika terjadi blooming plankton terutama dari jenis alga antara lain: 

  1. Menggunakan algicida terutama yang mengandung copper sulfat.
  2. Mengurangi dan memanipulasi input nutrien ke dalam tambak.
  3. Melakukan destratifikasi vertikal, yaitu dengan melakukan pengadukan atau bubbling.
  4. Menaikkan salinitas. Ada banyak jenis cyanobacteria yang tidak toleran dengan salinitas tinggi. Namun, tetap perhatikan kisaran salinitas yang dapat ditolerir oleh udang.