Faktor Utama Kematian Udang, Penyakitnya atau udangnya?

Jala | Aken Yugo

19 March 2021

Budidaya udang semakin mendapat tantangan dari penyakit seperti WSSV dan AHPND yang belakangan semakin ganas dan marak kembali. Tingkat produksi beberapa tambak di Sumatera hingga Jawa secara serentak diguncang oleh hantaman kedua penyakit ini. Kondisi cuaca yang tidak terprediksi ditengarai sebagai salah satu faktor utama yang menyebabkan adanya perubahan karakter pada sumber perairan yang membuat petambak dan teknisi kebingungan dalam menghadapi perubahan kondisi air di tambaknya. Kematian udang di usia dini tak lagi asing di telinga dan membuat sebagian petambak mengalami rentetan kegagalan hingga mengalami kebangkrutan. 

Menghadapi fenomena tersebut, kita ingat bahwa udang merupakan salah satu organisme yang memiliki sistem kekebalan imun paling kuno jika dibandingkan dengan organisme lainnya. Udang tidak memiliki memori yang mampu menciptakan sistem kekebalan tubuh dalam menghadapi jenis penyakit yang sama secara berulang. Oleh karena itu, udang menjadi sangat rentan setelah terinfeksi suatu penyakit. Meski begitu, udang masih memiliki sistem kekebalan imun adaptif yang efektif menjadi "pertolongan pertama" pada udang.

Salah satu usaha yang dapat kita lakukan dalam mengatasi sistem imun udang yang rentan ini adalah dengan meningkatkan pertahanan tubuh udang supaya tidak mudah terserang penyakit. Pemberian vitamin C dan B kompleks telah teruji dalam membantu menjaga hingga meningkatkan respons imun udang dalam menghadapi penyakit. Pemberian bahan herbal seperti temulawak dan sebagainya juga diyakini mampu meningkatkan sistem imun udang.

Akan tetapi, perlu kita pahami bahwa kondisi ini dapat terjadi ketika kondisi udang masih dalam kondisi yang optimal. Ketika udang mengalami sakit atau stress maka nafsu makannya akan menurun dan kurangnya konsumsi pakan pada udang akan menyebabkan udang dalam kondisi yang lemah. Selain itu, kondisi udang yang lemah juga terjadi pada saat udang mengalami molting. Perilaku udang menjadi defensif dan tidak teratur. Hal ini tentu akan menyulitkan kita jika berusaha untuk "mengobati" dan memberikan vitamin ke dalam tubuh udang.

Oleh karena itu, menjaga kondisi udang tetap optimal menjadi kunci dalam menangkal segala jenis penyakit.

Masalahnya adalah, bagaimana kita bisa menjaga udang tetap optimal?

Kondisi udang yang optimal tentu didukung oleh lingkungan/media hidupnya. Karenanya, menjaga kualitas air menjadi sarat utama dalam mengoptimalkan budidaya udang. Namun, menjaga kualitas air tentu tidak sesedarhana kata katanya. Banyak sekali faktor yang harus bisa kita pahami mulai dari lingkungan, sumber air, kondisi petakan, manajemen perlakuan, manajemen sumber daya manusianya, hingga pengadaan fasilitas dan obat-obatan yang dibutuhkan. Semua hal tersebut terangkum dalam sebuah kalimat yang biasa dikatakan sebagai "Manajemen Kualitas Air Budidaya".

Air merupakan senyawa yang sangat fleksibel atau biasa disebut oleh orang bule yaitu liquid. Sifat air yang dapat melarutkan, memiliki massa, menempati ruang, serta mudah berubah bentuk menyebabkan segala hal yang berkaitan dengannya menjadi ikut fleksibel, dan perubahan inilah yang menjadi tantangan dalam menjaga kondisi udang tetap optimal. Oleh karena itu, para ahli menyederhanakannya dalam beberapa parameter yaitu parameter biologi, kimia, dan fisika.

Mengapa tidak membahas penyakit?

Karena saat mencapai tulisan ini kita semua telah sepakat bahwa untuk mendapatkan hasil optimal dalam budidaya udang, kita perlu menjaga kondisi udang tetap optimal. Untuk itu, kali ini kita akan membahas mengenai penyebab udang mengalami kondisi yang lemah.

Menurut informasi yang Kabar Udang dapat, secara sederhana kondisi udang yang lemah dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti 

  1. Pemberian pakan berlebih
  2. Pemberian senyawa kimia dan obat tidak/kurang tepat
  3. Perubahan dominasi plankton
  4. Dominasi bakteri berlebih
  5. Penumpukan kotoran
  6. Cuaca ekstrem

Ketika masuk ke dalam tahap ini, umumnya kondisi udang masih belum parah atau yang paling sering terjadi adalah adanya penurunan nafsu makan dan pertumbuhan. Tapi, perlu kita sadari bahwa kondisi seperti ini yang akan menjadi "karpet merah" bagi penyakit ganas seperti WS dan AHPND menjadi lebih cepat masuk. Hal ini terutama di daerah atau lokasi budidaya yang masuk kategori "endemik" karena sering atau setidaknya pernah mengalami kematian akibat penyakit ini.

Lalu bagaimana kita dapat mengantisipasinya?

Stay tune di Kabar Udang Jala!